Kamis, 22 Agustus 2013

ARTIKEL MENARIK= [FDR] Kapas-Kapas Jakarta


Sumber: kfk.kompas.com
Sumber: kfk.kompas.com
Conni Aruan
No. 04
(I)
Di kolong jalan layang Grogol , tiga orang anak kecil Dedot (8), Cupai (9), dan Acung (7) duduk selongsoran. Punggung-punggung kecil mereka disandarkan pada pondasi jembatan. Hujan deras dan petir yang menyambar-nyambar malam itu tak membuat ketiga anak itu gentar. Mereka asyik dengan diri mereka masing-masing. Kucai sibuk menggigiti kukunya yang panjang dan menghitam, Dedot memainkan marakas buatannya; botol aqua diisi pasir dan beberapa batu kecil. Mulutnya menyenandungkan asal lagu, “solatulo salamula ala toha rosulilah …*”. Sedangkan Acung hanya duduk diam dan matanya menatap bergantian kepada Cupai dan Dedot.
Acung : (Acung mengubah posisi duduknya. Kedua lututnya dipeluk dan dagunya diletakkan begitu saja) Dot … Kita lebaran kagak sih?
Cupai dan Dedot menghentikan kegiatan mereka. Kedua mata mereka beradu dan kemudian menuju sepasangan mata yang menatap mereka bergantian.
Cupai : (Meludahkan potongan kuku yang tertinggal di mulutnya) Ya iyalah! Emang orang-orang itu aja yang bisa lebaran? Kita juga donk.
Dedot : Emang lu puasa Pai?
Cupai : Kagak … (Tersenyum lebar)
Acung : (Masih dengan wajah yang bingung tapi sedikit bersemangat) Gue juga kagak …
Dedot : Nah! Berarti kite kagak lebaran donk, puasa juga kagak, belagu amat ikutan lebaran…
Ketiganya terdiam dengan pikiran masing-masing.
Cupai : Pokoknya kita tetap lebaran. Besok kudu lebih rajin, biar kita bisa beli peci atu-atu …
Dedot : Mending beli nasi padang Pai, enak, pake kuah rendang, kenyang!
Acung : Emang peci bisa bikin kenyang?
Cupai menatap lekat-lekat secara bergantian kepada Dedot dan Acung. Telunjuknya mengacung memberi peringatan. Dengan berwibawa dia memulai pidato singkatnya.
Cupai : Gini lho Cung! Dot! Peci paling murah itu berapa? 3.000? 5.000? Oke kita taroklah 4.000. Dengan 12.000 kita bisa dapat uang lebih dari itu. Siapa sih yang nggak kasian hatinya melihat anak kecil – gelandangan kayak kita ini mengamen pake peci, trus nyanyiin lagu yang tadi Dot? Percaya, lebih dari 12.000 kita dapat nanti!
Dedot : Duit tinggal lapan ribu Pai, kagak cukup! (Mengeluarkan 4 lembar dua ribuan)
Cupai : Berarti kita ngamen dulu baru beli peci! Pokoknya kita lebaran! Makan enak! Baju baru! THR!
Acung : THR dari mana? Kita kan pengamen Pai , anak jalanan …
Cupai : Ya dari orang-oranglah, biasanya Cung, kalo puasa dan lebaran orang-orang jadi baek semua …
Ketiganya kembali terdiam.
(II)
Jakarta dengan kemacetannya adalah surga untuk anak-anak jalanan. Tidak sedikit yang lompat sana-sini, dari angkot ke angkot, dari bus ke bus. Jangankan jalanan, kios-kios kecil di pinggir jalan pun adalah lahan empuk untuk anak-anak jalanan.
Terlihat 3 sekawan melompat pada salah satu metromini yang sudah babak belur. Berbekal Marakas Dedot, tepukan tangan Cupai, dan suara nyaring dan cempreng Acung. Mereka berusaha menaklukan perasaan para penumpang metromini. Tanpa salam pembuka seperti biasa pengamen lainnya, mereka langsung menyuguhkan penampilan yang alakadarnya dengan harapan hasilnya lebih dari sekedar mengisi sejengkal perut.
(III)
Acung, Cupai, dan Dedot berjalan bersemangat menuju salah satu pencual peci yang terkantuk-kantuk menunggu pembeli. Jam baru menunjukkan pukul delapan malam. Cupai sang pemimpin berjalan paling depan, di tangannya tergenggam recehan berjumlah 10.000.
Cupai : Gue aja Dot, emang lu bisa nawar?
Dedot : (Menggaruk-garuk kepala) Kagak sih, ya udah lu aja!
Cupai : (Membungkuk kepada penjual peci yang rupanya sudah tertidur, menarik nafas dalam-dalam) PAK, BELI PECI!!
Penjual Peci : (Gelagapan dan mengusap-usap wajahnya yang berminyak) Iya, iya …
Cupai: (Memilih-milih peci dan mencobanya) Berapaan Pak?
Penjual Peci : (Mengusapkan handuk kecil pada wajahnya yang masih saja berminyak) Goceng!
Cupai : Tiga rebu
Penjual Peci : (Muka datar) Goceng, nggak kurang.
Dedot : Di sono aja tiga rebu pak! Mahal amat!
Penjual Peci : (Kesal) Beli aja di sono!
Cupai : (Menyenggol Dedot dan berbisik kasar) Apaan sih lu Dot. Gue bilang, gue aja!
Dedot mundur sambil menarik Acung melihat-lihat kendaraan yang berseliweran. Mereka membiarkan Cupai menyelesaikan transaksi pembelian peci itu.
Cupai : (Memegang 3 peci putih di tangan kiri) Dua belas ribu …
Penjual Peci : (Memandang tak percaya pada kengototan Cupai) Ya udah! Ya udah! Dua belas ribu!
Cupai : (Menyerahkan segenggam recehan dan selembar dua ribuan dan langsung menghampiri kedua temannya dengan membawa 3 peci di tangannya)
Cupai : (Menyerahkan peci kepada Acung dan Dedot) Dua belas ribu. Apa gue bilang, kalo gue bilang gue aja, jangan ngelawan dah!
Acung dan Dedot: (Menerima peci dengan muka berseri dan langsung dipakai).
Bertiga mereka berjalan menyusuri trotoar mencari tempat untuk bermalam. Mereka seperti bayang-bayang berpeci dalam kegelapan.
(IV)
Di bawah jalan layang Ciputat, Cupai duduk menimang-nimang peci di tangannya. Matanya menatap pada Dedot dan Acung yang berhadap-hadapan dengan nasi padang di antara mereka. Sebuah bungkusan hitam terletak di samping Cupai breisi tiga potong baju baru. Gema takbir mengumandang dari seluruh mesjid di Jakarta. Orang-orang dari berbagai usia meneriakkan takbir bertabuh dengan bedug memenuhi setiap pendengaran.
Acung : (Mengusap mulutnya dengan lengan baju, mulutnya masih mengecap rasa rendang yang masih bersisa di lidahnya) abis ini Natal, trus Imlek, trus apa lagi ya … Semuanya kita rayakan!
Cupai : (Wajahnya dibuat-buat angkuh) Apa gue bilang, kita dapet duit kan? Banyak malah, berapa Dot?
Dedot : (Bola matanya berputar dan mencoba mengingat hasil ngamen mereka dua hari) Lima ratus dua puluh satu rebu! Buanyak Pai! Seneng banget deh gue!
Cupai : (Wajah bangga dan mengangguk-angguk) Besok kita masih bisa makan ENAK, sisanya masih banyak!
Acung : (Terpesona ) Kita keren ya Dot?
Dedot : Iya donk! Apalagi kalo besok kita pake itu baju baru! Buseet, keren banget kita Pai! Cung! (Tertawa)
Acung : (Diam sejenak) Iya Dot! Gue demen banget sama itu baju, udah lama gue intip-intip tuh! Engri berd** … Kita keren ya besok…
Cupai : Udah, habisin dulu itu makannya, jangan nyisa! Udah capek nyarinya! (Merebahkan tubuhnya berbantal bungkusan hitam)
Dedot dan Acung menyelesaikan makannya dalam diam dan dengan pikiran masing-masing.
Acung : (Memunguti nasi yang tinggal satu-satu dan memasukkan ke mulutnya) Kita agamanya apa sih? Semua agama?
Dedot : Iya, semua agama … Iya kan Pai?
Cupai : (Bangkit dan meregangkan tubuhnya) Iya kali, buktinya kita dipelihara oleh semua orang, entah mereka agama apa …
Acung : (Melotot) Emang kita hewan dipelihara,
Dedot : (Menjitak kepala Acung) Elu yang hewan Cung, hahahaha
Acung : (Mengusap-usap kepalanya) Lu apaan sih, sakit kampret! (Meneguk habis air minum yang tinggal setengah)
Cupai : Kalo kita ngamen tuh. Kan dikasih uang tuh sama orang, itu maksud gue dipelihara Cung, emang elu tau orang itu agama apa? (Melotot kepada Acung)
Acung : Taulah, kalo yang pake jilbab mah Islam, pake salib Kristen, selain itu gue kagak tahu (Merebahkan tubuhnya pada tanah berdebu)
Cupai : Nah, Tuhan mereka kan kasih mereka rejeki, trus dibagi ke kita, secara nggak langsung Tuhan mereka adalah Tuhan kita. Gituuuu, eh gue ngomong sok kepinteran ya (Tertawa ) Bodo amat, bobok yuk! (Mengambil koran dari balik punggungnya dan melempar ke arah Acung)
Dedot : Sok propesor lu Pai! Esde juga kagak lu! (Membuka lebar-lebar koran dan mengalasi tanah berdebu itu begitu juga dengan Acung)
Hening untuk beberapa saat. Suara bedug dan takbir masih terdengar dan sayup-sayup.
Acung : (Menggeliat dan berbalik menghadap Cupai yang tak jauh darinya) Gue percaya Tuhan itu ada …
Cupai : (Menatap langit-langit jembatan, tangannya dilipat dan diletakkan di bawah kepalanya) Tuhan yang mana?
Acung : (Berbalik lagi menghadap Dedot) Tuhan ada berapa sih Dot?
Dedot : (Mata terpejam, tangannya dilipat dan dirapatkan di dada) Banyak, sebanyak yang elu mau buat …
Acung : (Masih memandang Dedot) Elu percaya Tuhan yang mana Dot?
Dedot : (Masih dengan posisi yang sama) Tuhan yang bisa beliin gue apapun yan gue mau …
Acung : (Mulai bersemangat, matanya berbinar-binar) Emang ada Dot? Tuhan apa?
Dedot : (Kesal) Berisik banget sih lu Cung!
Acung : (Penasaran) Kasih tau gue donk!
Dedot : (Berbalik miring menatap Acung) Tuhan dari duit!
Acung : (Keheranan) Emang ada ya Dot? (Dedot tidak menjawab) Pai, Tuhan dari duit itu apaan? (Cupai tidak menjawab, dari mulutnya keluar dengkur halus)
Acung memosisikan badannya terlentang, lengannya bebas di samping tubuhnya. Ditolehkan kepalanya ke kiri, di kejauhan sebuah bintang berwarna warni berpijar angkuh dan kemudian hilang diganti dengan bintang lainnya yang berwarna lebih terang dengan warna yang lebih cerah. Acung terpekur.
Acung : Gue percaya Tuhan itu ada, bukan seperti Tuhannya Dedot, tapi Tuhan yang yang nggak bisa gue liat tapi gue bisa ngerasain kalo dia ada …(Terdiam sejenak) Tuhan apa ya namanya? Allah? Yesus? Keknya bukan deh… Hmm… Ato emang iya? Apa ya namanya? (Bingung sendiri, keningnya berkerut) Dot! Tuhan Allah itu bagaimana sih? Tuhan Yesus gimana? (Menggoyang-goyang tubuh Dedot yang sudah tertidur)
Acung kembali ke posisi awal; terlentang dan manatap langit.
Acung : Gue punya Tuhan, gue yakin punya Tuhan, tapi gue belum tau Tuhan apa namanya Besok gue tanya Cupai …
Malam bergulir dan semakin larut. Cupai, Dedot dan Acung terlelap oleh kantuk dan taring angin malam. Suara takbir dan bedug masih terdengar jauh dan sayup-sayup. Esok hari kemenangan dan semua layak untuk menang.
* Shalatullah salamullah, Ala Thaha Rasulillah - Sholawat Badar
** Angry Bird
__ FDR__
Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community
Terimakasih sudah membaca
^_^

Note: Kisah ini hanya fiksi belaka kesamaan dan konten tidak bermaksud menyudutkan salah satu pihak. Semata-mata untuk hiburan dan fiksi.
by: http://fiksi.kompasiana.com/drama/2013/07/28/fdr-kapas-kapas-jakarta-577268.html

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More