Rabu, 21 Agustus 2013

Ketika Stasiun TV Kita Mulai Latah ( Konon di dunia ini hanya ada 2 golongan, yaitu trendsetter dan follower )

Konon di dunia ini hanya ada 2 golongan, yaitu trendsetter dan follower. Atau bahasa lainnya golongan yang punya ide pertama kali dan golongan ikut-ikutan/latah. Biasanya golongan latah muncul setelah melihat kesuksesan golongan yang menjadi trendsetternya. Ibarat kata, golongan latah ini cari aman saja. Tak perlu susah payah bereksperimen dengan kreasi atau idenya sendiri yang baru tapi belum teruji keberhasilannya. Cukup dengan mengekor langkah orang lain yang sudah sukses membuka jalan. Berharap kecipratan untung yang sama. Sudah bisa ditebak, golongan latah ini pasti jumlahnya lebih banyak dari golongan pertama yang kretif dan inovatif.
Dulu kita mengenal pertama kali produk minuman /air putih kemasan bermerk AQUA. Awalnya diragukan, bagaimana mungkin pembeli mau mengeluarkan sekian rupiah lebih mahal hanya untuk minum air putih? Padahal mudah saja jika membuat air putih sendiri. Tinggal ambil air bersih, masak hingga mendidih lalu minum saat panas atau sudah dingin. Anggapan itu luntur tatkala AQUA begitu laris di pasaran. Sejak itu bermunculan produk-produk lain yang meniru gaya AQUA menjual air putih.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiCNkbmzO-8Xbsuo3oRgOZlOoTk_4ZqK33qfuHmVw-ltzpHXF1BEUGpJwmZAxzat-gPEkD0_vxtsu605JgHy3payDiQUXSESykMa4JRvL_AfY3fde6eG9KPBJvUEKENNh2-pkI9C7dvNv4/s1600/anak-nonton-tv.jpg
Sekarang mari kita tengok TV kita. Kini prime time banyak didominasi sinetron religi. Saya berani menulis ini setelah tadi malam saya menyaksikan 3 sinetron religi di 3 stasiun TV swasta. Pertama, Tukang Bubur Naik Haji (The Series) di RCTI. Kedua, Pintu Taubat di Indosiar. Ketiga, Tombo Ati di TransTV. Prime time itu sendiri adalah waktu penayangan acara TV yang paling baik yaitu pada jam 19.30 – 21.00 WIB. Pada saat itu memungkinkan banyak orang dari semua kalangan usia melihat sebuah acara.
Sinetron Tukang Bubur Naik Haji (The Series) saya tulis pertama karena sepanjang yang saya tahu sinetron ini jauh lebih dulu tayang dibanding 2 lainnya. Kalau tidak salah episode pertamanya tayang sebelum bulan puasa, mungkin sekitar bulan Juli. Sedangkan 2 sinetron lainnya saya perhatikan baru tayang akhir-akhir ini saja. Jadi, bisa dilihat kan yang mana yang trendsetter, mana yang follower.
Melihat fenomena banyak stasiun TV yang latah menyajikan sinetron berkonten religi, patut kita renungi bersama. Apakah itu bentuk kepekaan stasiun TV terhadap carut marut moral dan etika bangsa ini? Dari mulai korupsi, seks bebas, narkoba dan pornografi. Ataukah sekedar mengejar rating yang menyedot banyak sponsor pengiklan? Apapun jawaban sebenarnya, nikmati saja sinetron-sinetron religi itu sebagai hiburan pelepas penat setelah beraktivitas seharian. Sambil mengambil yang baik-baik dan membuang yang buruk-buruk dari apa yang ditampilkan dalam sinetron-sinetron tersebut. Santai menikmati tontonan sembari menyerap hal-hal yg bisa dijadikan tuntunan.



Seperti dalam Sinetron Tukang Bubur Naik Haji (The Series) kita dapat menertawai salah satu penyakit hati yakni iri, seperti tokoh H. Muhiddin yang tak henti-hentinya memusuhi H.Sulam yang lebih sukses dari dirinya. Penggambaran tokoh-tokohnya begitu kuat dan karakternya unik-unik. Dialognya pun membumi seperti percakapan dalam dunia nyata. Menonton sinetron ini seperti kita sedang menikmati novel. Pesan moralnya jelas, iri hati hanya membuat hidup menderita baik batin, sosial maupun materi.
Lain RCTI, lain pula Indosiar. Malam tadi Pintu Taubat menayangkan episode sekali tayang berjudul “Aku Ingin Hidup”. Mengisahkan cerita mengharukan antara seorang ibu (Fatima) yang menderita kanker rahim stadium 4 dan anaknya yang masih kecil (Salwa, sekitar 7 tahun) dan kakeknya (saya lupa namanya siapa, diperankan oleh Jojon). Hidup serba kekurangan memaksa sang kakek terpaksa menjual salah satu ginjalnya demi pengobatan kanker putrinya, Fatma. Betapapun Fatma menyembunyikan penyakit ganasnya dari bapak dan anaknya, toh akhirnya semuanya tahu fakta itu. Lebih menyedihkan lagi, kakek dan Salma pun bersandiwara seolah-olah tidak tahu kondisi Fatma agar Fatma bersemangat seperti orang yang sehat. Namun ajal tak dapat ditolak. Akhir cerita begitu mudah ditebak. Fatma meninggal. Begitu pula dengan kakek. Salma pun sendirian. Untungnya masih ada ayah Salma yang kembali dari kepergiannya beberapa waktu lalu meninggalkan istri dan ayahnya.


Huff…., dada saya masih merasa sesak menuliskan cerita ini karena memang adegan demi adegan terbungkus sangat natural dan menyentuh. Saya dan suami sama-sama berlinangan air mata selesai menontonnya. (mellow dan lebay ya? He.he… biarin). Pointnya saya dapat. Betapa nikmat bersama-sama dengan keluarga patut kita syukuri. Jangan sampai kita baru mensyukurinya ketika sudah kehilangan salah satu anggota keluarga kita. Bagaimanapun kondisi keluarga kita. Jika mereka sering melakukan kesalahan dan banyak kekurangan di mata kita, bukankah kitapun jauh dari kesempurnaan dan sama-sama mempunyai kekurangan di mata mereka?
Kejutan lain datang dari TransTV yang sebelumnya jarang memiliki acara berjenis sinetron, apalagi menayangkannya di jam prime time. Sinetron Tombo Ati seperti Pintu Taubat-nya Indosiar, yang sekali episode langsung selesai menampilkan judul “Madu Sepahit Empedu”. Sesuai judulnya, kisah ini menggambarkan pahitnya poligami bagi istri pertama. Namun yang saya soroti adalah latar belakang suaminya berpoligami lantaran prasangka buruk pada istrinya. Sang istri dituduh berselingkuh dengan mantan pacarnya yang kebetulan dokter spesialis kandungan yang menangani penyakitnya.


Jadi tatkala istri pertama mengabarkan dirinya berdarah-darah karena sedang sakit kanker rahim (kok bisa sama dengan tetangga sebelah ya?), suami langsung tak percaya dan menuduh istrinya hanya keguguran hasil perselingkuhannya. Betapapun sang istri menjelaskan dan berbuat baik laksana istri yang sholehah, si suami tetap tak percaya. Bahkan sang istri dipaksa memilih dipoligami atau bercerai dengan si suami. Dengan ketabahan hati, sang istri mengabulkan permintaan suaminya berpoligami. Episode ditutup dengan meninggalnya sang istri direnggut kanker rahim yang menggerogotinya. Diiringi permintaan maaf dari suami, istri kedua dari suami serta ibu menantu dan adik ipar (yang telah mendesak suaminya berpoligami). Sungguh akhir yang tragis akibat berburuk sangka.
Ketika stasiun TV mulai latah bersinetron religi ria, ya tak apalah. Dipilih, dipilih, dipilih. Nikmati saja. Salam menonton sambil menuntun. :roll:
by: http://media.kompasiana.com/mainstream-media/2012/11/13/ketika-stasiun-tv-kita-mulai-latah-502878.html

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More