Jumat, 30 Agustus 2013

Polosnya Ahok di Balik Karakter Tegas, Keras, dan Emosionalnya

by: http://sosok.kompasiana.com/2013/08/31/polosnya-ahok-dibalik-karakter-tegas-keras-dan-emosionalnya-587581.html
Hello Dear Readers…
Setiap orang yang mengenal dan mengikuti berita-berita mengenai Basuki Tjahaja Purnama, dengan sebutan populernya, Ahok, tentunya sepakat bahwa karakter dan gaya kepemimpinan beliau tegas, keras dan emosional, sehingga kadang-kadang membuat orang lain yang berasal dari berbagai kalangan, salah paham dan sakit hati dengan ucapan-ucapannya, bahkan ada juga yang berkeinginan mengadukannya ke ranah hukum.
http://cdn.ciricara.com/wp-content/uploads/2013/07/26/ahok-wakil-gubernur-dki-jakarta.jpg 
Karakternya yang unik tersebut tak pelak menjadikan beliau “The News Maker”, secara perlahan mengikuti jejak Jokowi, menjadi “Media Darling”.
Ucapan-ucapan dan tindakan Ahok yang bersifat kontroversial dan menimbulkan polemik diantaranya muncul saat menangani permasalahan Waduk Pluit, PKL Tanah Abang (1) menggebrak meja saat bertemu dengan perwakilan sopir bajay dan marah-marah dengan pegawainya di Pemprov.
Kalau disimak dan diteliti dengan kepala dingin, sebenarnya tidak ada yang salah, setidak-tidaknya bisa dimaklumi, dengan sikapnya tersebut dalam menghadapi begitu peliknya permasalahan yang dihadapi Jakarta, karakter dan gaya kepemimpinan yang cocok untuk situasi dan kondisi Jakarta.
Setelah mengikuti dan menyimak pemberitaan-pemberitaan mengenai Ahok dengan tenang, saya menemukan adanya sifat polos beliau dibalik karakternya yang tegas, keras dan emosional, bisa juga dikatakan bahwa karakternya itu justru berasal dari kepolosannya.
Sifat polos yang merupakan gambaran ketulusan beliau.
Hal ini mulai saya sadari saat saya menyimak beberapa ucapan beliau yaitu mengenai konstitusi yang mengatakan bahwa kita tidak boleh taat pada ayat suci, kita taat pada ayat-ayat konstitusi (2), dan kesiapan beliau untuk mati demi konstitusi (3).
Dalam konteks situasi ketika beliau mengucapkan pernyataan tersebut dan negara kita yang berazaskan Pancasila dan UUD 45, pernyataan tersebut memang tepat. Sebagai warga negara Indonesia, sudah seharusnya kita taat pada ayat-ayat konstitusi, bukan berarti Ahok bermaksud untuk menganjurkan kita untuk tidak taat kepada ayat-ayat suci (agama), lagipula, sepengetahuan saya, tidak ada satu ayat pun dari konstitusi kita yang bertentangan dengan ayat-ayat suci agama manapun.
Kemudian mengenai ucapan beliau saat “dikepung” ketika terjadi demo yang dilakukan oleh sekelompok orang yang tergabung dalam Rajjam Ahok (Rakyat Jakarta Jahit Mulut Ahok) pada Senin 29 Juli yang lalu (4). Dimana beliau mengatakan,
“Saya minta pemadam kebakaran campur dengan bensin di depan, saya tanggung jawab. Dihukum mati pun saya rela. Daripada saya mati dibantai begitu, lebih baik saya ditembak, dihukum mati.”
Sikap yang sangat wajar sekali sebagai bentuk pembelaan diri.
Selain itu, pernyataan Ahok yang benar-benar menunjukkan kepolosannya, yaitu mengenai kesiapan beliau untuk meninggalkan dunia ini lebih cepat, dan kerelaan beliau jika anak dan istrinya diculik dan dibunuh, jika memang Tuhan menghendakinya (5).
Terakhir, sebagai argumen penguat kepolosan Ahok adalah ketika beliau mengatakan bahwa beliau hanya belum dapat hidayah saja, mengingat dia besar dan tumbuh di lingkungan Islam (6).
Well Dear Readers…
Ahok memang sangat unik, perjalanan karir politiknya dan keberhasilannya menembus benteng SARA dalam dunia politik di Indonesia, mengingat beliau dari etnis Cina dan beragama Kristen, hingga menjabat sebagai Wakil Gubernur Jakarta, adalah salah satu parameter mulai dewasanya demokrasi di Indonesia.
Semoga Ahok tetap konsisten dengan mottonya, Bersih, Transparan dan Profesional (BTP), sukses membantu Jokowi membangun Jakarta, dan Indonesia pada umumnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More